Sabtu, 05 September 2015

Semester Baru


Hari baru, suasana baru. Ya, itulah yang aku rasakan dan juga mungkin semua teman-temanku. Semester baru merupakan cerita yang sangat dinanti-nanti bagi para mahasiswa, ntah yang baru saja mendapat titel sebagai mahasiswa maupun yang baru menjadi kakak tingkat ataupun bagi para mahasiswa semester atas yang mulai bosan dengan studinya yang tidak rampung-rampung. Yah, doakan saja semoga mereka yang sudah ‘sepuh’ ini segera mendapat gelar yang mereka inginkan.


Biasanya ketika semester baru ada satu ritual yang wajib dan sangat tidak boleh dilewatkan. Yaitu Orientasi Pengenalan Kampus atau OSPEK. Banyak mahasiswa yang rela tidak bersua dengan orang tua tercinta di rumah hanya karena kegiatan tiap tahunan ini. Mereka rela mengorbankan segala pikiran perasaan mereka untuk menyukseskan acara kampus tersebut. Selain memberikan kesan yang mendalam bagi para mahasiswa baru hal itu juga akan menambah ilmu berorganisasi mereka yang nantinya dapat digunakan ketika berkecimpung di masyarakat nanti. Bagaimana denganku? Aku sempat mendaftar, dan diterima. Tapi ketika ingin kembali ke perantauan untuk mengurusi hajatan kampus tersebut, aku dilarang orang tuaku. Alhasil  aku memundurkan jadwal keberangkatanku hingga minggu depannya. Tak apalah, masih diberi waktu buat refresh pikiran dan nyantai-nyantai di rumah.

Ospek di kampusku terasa berbeda dengan kampus-kampus lainnya. Ya mungkin karena nama mereka lebih tenar dan besar ketimbang kampusku yang berlabel agama sehingga penyajian kegiatannya pun berbeda. Namun bukan itu, ada satu hal yang membuatku muak dengan sistem ospek di kampusku. Meskipun itu bagus dan berguna, namun hanya berguna di saat yang sangat genting saja. Ya, ospek di kampusku sangat di tularkan virus orasi. ‘Iyalah biar patriotik, nasionalis, kritis terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, presiden pertama kita aja orator ulung loh!’. Aku sama sekali tidak menyalahkan itu, tapi apa ya harus dengan demo turun ke jalan merusak fasilitas publik, mengganggu jalanan umum. Ah, tidak bisakah demonstrasi dengan cara yang lebih sopan? Pasti ada. Hanya saja mereka sudah terlanjur betah dengan yang itu-itu saja. Ospek yang katanya bebas dari pengaruh golongan tertentu malah justru identik dengan bau-bau pergerakan. Mengajarkan demo, menyuruh orasi, bentak-bentak, dan yang paling miris, merokok dan gondrong. Jangan ada debat tentang rokok diantara kita. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadarkan orang perokok kalau mereka salah. Seharusnya yang dilihat para mahasiswa baru adalah kakak tingkat yang rapi, ramah, dapat menjadi teladan yang baik sehingga kesan bagi mahasiswa baru pun ikut baik. Para panitia ospek itu pun pada akhir osspek mengadakan kegiatan yang gunanya mengakrabkan mahasiswa-mahasiswa namun dengan biaya yang tidak sedikit. Padahal, pihak kampus sudah melayangkan pernyataan bahwa ospek itu bebas biaya. Namun tetap saja ada yang memanfaatkan momen ini untuk mengumpulkan pundi-pundi untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan penyajian kakak tingkat yang sukanya ngomong keras, bentak, nggak ada senyum-senyumnya sama sekali, ah jangan ngarep deh buat mahasiswa baru tertarik. Ospek kali ini terasa sama, stagnan. Sayang sekali yang justru kebalikan dengan kampus UGM dan UNY, terlihat mereka kompak, rapi, dan mereka tertawa dan senang menjalani masa ospek mereka. Sehingga niat mereka untuk berkuliah semakin mantap. Ah sepertinya perlu belajar banyak dari mereka tentang bagaimana caranya membuat para mahasiswa baru tersenyum senang bukannya merengut dan nggrutu sana sini. Tapi meskipun masih banyak kurang disana sini, tetep dong harus bangga sama kampus ku, gini gini juga aku bakalan keluar dari kampus ini juga dengan titel sebagai pengajar. InsyaAllah.
 

Suasana baru ini pun akan semakin indah dengan segera dimulainya perkuliahan atau malah yang sudah memulai perkuliahan sejak minggu lalu, yang pasti masa kuliah itu sudah masa-masa serius. Serius belajar, serius berorganisasi, serius memperbaiki diri, serius mengasah kemampuan diri, serius mencari istri, eh tidak serius untuk terus tegak sendiri dan membuktikan kalau segala hal yang kamu minta dari orang tuamu bisa kamu balas dengan keseriusanmu dalam menempuh studi lanjut. Syukur-syukur dapet beasiswa sehingga tidak bikin susah orang tua lagi. So tetap fokus, rendah hati, dan tetap berjuang di jalan yang benar. Ngomong-ngomong saat ini aku semester 3. Yupyup.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;